YANG MAHA SUCI KARMAPA KE-16 – GyalwangKarmapa ke-16 menggiring para murid dan garis silsilahnya melalui pergolakan yang paling traumatis yang pernah dihadapi oleh Buddhisme Tibet sejak masa Karmapa Pertama. Karmapa ke-16 lahir di Timur dan meninggal di Barat. Selama hidupnya, beliau bukan saja mengatur silsilah Karma Kagyu dalam landasan yang kokoh dan stabil di pengasingan, lebih jauh beliau juga menyebarkan ajaran-ajaran Buddha di lahan subur yang beliau temukan lebih jauh lagi, yakni di Eropa dan Amerika. Dengan adaptasi yang khas dari garis Karmapa, maka pada saat beliau meninggalkan kampung halamannya di Tibet nun jauh di sana, Yang Maha Suci mampu menabur-benih Dharma yang berkembang dengan diperkaya iklim yang sangat berbeda dari pikiran-pikiran orang Barat.

Untuk kelahiran kembali yang keenam belas ini, Karmapa memilih keluarga bangsawan Athup yang berasal dari Kham. Pada hari ke 15 bulan ke 6 menurut kalender lunar Tibet, yakni pada tahun 1924, Karmapa ke-16 lahir. Gyalwang Karmapa dinobatkan pada usia tujuh tahun di vihara Palpung, yakni kedudukan dari garis reinkarnasi Tai Situpa. Segera setelahnya, beliau berangkat menuju Tibet Tengah, untuk berkediaman di kedudukan utamanya di Vihara Tsurphu.Dari Tsurphu, Gyalwang Karmapa melakukan perjalanan menuju Lhasa untuk menemui Yang Maha Suci Dalai Lama Ke-13, yang melakukan upacara resmi pemotongan rambut bagi Gyalwang Karmapa. Selama pertemuan mereka untuk pertama kalinya, Karmapa mengenakan Mahkota AktifitasNya (Action Crown). Beliau melepaskan mahkota tersebut untuk melakukan namaskara tradisionil kepada Dalai Lama. Ketika Karmapa ke-16 telah menyelesaikan namaskaranya, Yang Maha Suci Dalai Lama bertanya kepada kepala pelayannya mengapa Karmapa tidak melepaskan topi keduanya untuk bernamaskara. Dengan heran, kepala pelayannya menjawab bahwa Gyalwang Karmapa benarbenar telah tanpa penutup kepala. Ketika Dalai Lama menjelaskan bahwa Karmapa hanya melepaskan Mahkota Aktifitas tersebut, akan tetapi bukan mahkotanya yang lain, semua yang hadir pada saat itu sadar bahwa Dalai Lama Ke-13 telah mampu melihatMahkota Kebijaksanaan yang pada hakikatnya dikenakan oleh seluruh Karmapa, akan tetapi hanya mereka yang memiliki pandangan murni saja yang benar-benar dapat melihat mahkota tersebut.

Pada tahun 1955, yakni dalam kehidupan selanjutnya sebagai Dalai Lama Ke-14, Dalai Lama mengunjungi Tsurphu untuk mengikuti Upacara Mahkota Hitam dari Karmapa Ke-16. Pada tahun-tahun berikutnya, Yang Maha Suci Rangjung Rigpe Dorje menerima pelatihan tradisional yang diberikan kepada setiap Karmapa, melaksanakan Upacara Mahkota Hitam, dan secara umum melanjutkan tugasnya untuk mematangkan batin para makhluk.

Pada tahun 1959, setelah himbauan yang berulangulang dari murid-muridnya demi keselamatannya, Yang Maha Suci memutuskan bahwa telah tiba saatnya untuk meninggalkan Tibet. Melakukan perjalanan darat selama 21 hari, Gyalwang Karmapa dan 160 muridnya tiba dengan selamat di Bhutan, di mana rombongan tersebut disambut hangat oleh para pejabat pemerintahan Bhutan. Setelah berdiskusi dengan pemerintah India mengenai tempat terbaik untuk menetap, dan mengikuti undangan raja Sikkim yang penuh antusias, disepakati Yang Maha Suci akan mendirikan kedudukan untuk garis silsilahnya di Sikkim.

Bersamaan dengan berlangsungnya pembentukan Buddhisme Tibet di pengasingan India, sebuah karya besar Karmapa ke-16 adalah penyebaran Dharma beliau ke negara-negara Barat. Sepanjang tahun
1960an dan awal 1970an, Yang Maha Suci membuat koneksi Dharma dengan banyak siswa Barat yang datang menemui beliau di India. Beliau semakin mencurahkan tenaganya ke Barat pada pertengahan 1970an, begitu komunitasnya berdiri di tempat kedudukannya, Sikkim, India.

Yang Maha Suci membuat kunjungan ke negara-negara Barat untuk pertama kalinya pada tahun 1974, mengunjungi Amerika Serikat, Kanada dan Eropa. Pada 1975, beliau menjelajah ke Roma untuk menemui Paus Paul ke-VI. Di kunjungan berikutnya dan jauh lebih panjang pada tahun 1976-1977, Gyalwang Karmapa bertemu dengan para pemimpin agama lainnya, serta tokoh politik dan budaya penting lainnya.

Ketika Karmapa ke-16 mendekati akhir hidupnya, beliau memilih untuk wafat di Amerika (pada 1981). Seperti yang telah dilakukannya, beliau menggunakan penyakit fisik sebagai sebuah pelajaran yang gemilang dan sangat transformatif bagi para murid-muridnya di Barat, juga bagi staf medis non-Buddhis yang merawat beliau.


Quotes

“Semua obyek merupakan sesuatu yang tampak;
tidak terpisahkan dengan kekosongan.
Semua keadaan mental adalah kejernihan;  tidak terpisahkan dengan kekosongan.
Seluruh perasaan adalah sukacita;  tidak terpisahkan dengan kekosongan.
Inilah bagaimana mereka sebenar-benarnya,.
Kenalilah dengan cara demikian.”
– Gyalwang Karmapa XVI –