Setelah enam tahun bertapa, Siddhartha menyadari bahwa kelemahan fisik telah menjadikan dirinya tidak berdaya, dan hal tersebut tidak memberikan makna bagi kemajuan spiritualnya. Menyadari bahwa praktik-praktik tersebut tidak dapat memberikan kebahagiaan sejati dari pencerahan sempurna, ia memutuskan mulai makan untuk menyehatkan tubuh. Setelah itu, beliau dengan cepat memulihkan kembali kekuatan fisiknya namun kehilangan rasa hormat dari lima orang rekan yang menyertainya; yang mencemoohNya sebagai seorang pencari kesenangan yang memiliki tekad lemah.
Pencerahan Sempurna
Setelah menerima persembahan yoghurt bercampur madu dalam mangkuk emas dari seorang wanita muda bernama Sujātā, Siddartha melempar mangkuk tadi ke sungai. Berjalan menuju pohon Bodhi, beliau duduk di bawah pohon Bodhi dan bertekad tidak bangkit hingga beliau menemukan pembebasan tertinggi untuk mengakhiri penderitaan. Dengan mudah menaklukkan pasukan Mara, yang datang untuk menghalangi beliau dari tujuan utamanya, Siddharta tetap teguh bermeditasi sepanjang malam. Pada saat malam akan berakhir dan sesaat sebelum fajar, Siddharta menembus kebenaran tertinggi dan tercerahkan, sebagai seorang Buddha yang lengkap dan sempurna.
Memutar Roda Dharma
Setelah menemukan jalan pembebasan dari samsara, Buddha sekarang memahami jalan pembebasan untuk semua, beliau segera memulai aktifitasnya secara terus-menerus dan seumur hidupnya didedikasikan untuk membimbing yang lain agar terbebaskan dari penderitaan. Tujuh minggu setelah Sang Buddha mencapai pencerahan, dewa Brahma mendekat dan memohon beliau untuk mengajar. Sang Buddha kemudian berangkat dengan berjalan kaki menuju Sarnath, dekat Vārāṇasī, di mana lima rekan yang dulu bersamanya melakukan pertapaan masih tetap berlatih. Di Sarnath, Sang Buddha mengajarkan mereka Empat Kebenaran Mulia, menggerakkan roda Dharma yang terus berputar tanpa halangan hingga hari ini.
Setelah mendengar Dharma dari Sang Buddha, kemudian kelima rekannya menjadi bhiksu yang pertama. Jumlah komunitas bhiksu Sang Buddha dengan cepat berkembang saat beliau mengembara dari satu tempat ke tempat yang lain untuk membabarkan Dharma. Selama empat dekade berikutnya, nasihat Sang Buddha sering dicari oleh hampir semua raja besar pada zamannya, yang memberikan dukungan penuh dan bermurah hati kepada Saṅgha Pertama.
Setelah 45 tahun membabarkan Dharma, Buddha Sakyamuni memperagakan Parinirvana guna memberikan pelajaran tertinggi mengenai ketidak-kekalan kepada para siswaNya, meninggalkan relik-relik agung yang kemudian dibagi menjadi delapan bagian dan disimpan di dalam Delapan Stupa Agung yang ada di India.
Sang Buddha tidak hanya meninggalkan relik-relik tubuhnya, tetapi juga warisan dari pikiran dan hatiNya – Dharma Sang Buddha, intisari yang sangat penting yang terus menerus disampaikan dari Guru ke murid hingga saat ini. Dari kemurnian sumber yang ditemukan oleh Sang Buddha berabad-abad lalu, ajaran Dharma mengalir, pertama-tama ke sebelah utara dari India menuju ke Tibet, dan mulai dari saat itu selama 900 tahun terakhir mengalir melalui reinkarnasi para Karmapa.
Quotes:
“Seluruh fenomena komposit adalah tidak kekal adanya,
berjuanglah dengan sungguh-sungguh.”
– Sri Jina Sakyamuni –